Keluarga Kudus Nazareth |
Keluarga Kudus Nazareth
Gambaran Keluarga Kudus Nasareth kita temukan dalam bab-bab awal injil Mateus dan Lukas (bab 1 dan 2). Sosok Maria dan Yusuf diwarnai dengan penggambaran sekitar kelahiran Yesus (Natal) dan masa kecilnya. Warna kepribadian Maria dan Yusuf menjadi nampak jelas oleh pergulatan-pergulatan yang mereka alami disekitar pertumbuhan Yesus. Tidak banyak teks Kitab Suci yang membicarakan Yusuf, namun dari teks yang ada kita mendapatkan sosok Yusuf sebagai pribadi yang sederhana, taat pada tradisi keagamaan dan pada Kehendak Ilahi. Ia adalah seorang beriman yang tidak menuntut banyak syarat, tidak ingin mencemarkan nama baik orang lain, bertanggungjawab. Gambaran Maria lebih banyak didukung oleh teks Kitab Suci. Sebagaimana Yusuf, Maria mulai disebut-sebut dalam silsilah Yesus Kristus (Mat 1:16) hingga ia mendampingi PuteraNya yang wafat di kayu salib (Yoh 19:26-27). Seperti Yusuf, Maria juga beriman dan terbuka akan bimbingan Ilahi. Ia mencoba memahami peristiwa demi peristiwa sekitar Yesus PuteraNya dengan tidak mengedepankan kepentingan dirinya sendiri.
Pemahaman mengenai Keluarga Kudus hendaknya tidak hanya digali berdasarkan masa-masa kecil Yesus di Nazareth, melainkan juga harus dilihat dari konteks karya keselamatan yang nyata dalam seluruh hidup Yesus. Kedatangan Tuhan ini menyentuh hati banyak orang sehingga tidak jemu-jemunya orang merayakannya dengan cara-cara yang setiap tahun diperbaiki dan ditingkatkan, tidak hanya persiapan secara fisik tetapi juga rohani. Suasana berharap dan bahagia dialami oleh sebagaian besar umat beriman. Devosi rakyat tidak bisa dibendung untuk merayakan natal ini dengan ekspresi penggambaran yang berbeda-beda, entah melalui drama, gua natal kotbah, renungan, dan kegiatan rohani yang lain, yang masing-masing merasa cukup cocok mewakili makna inkarnasi Tuhan di jaman sekrang ini. Orang berusaha mengekspresikan penjelmaan Tuhan dalam gambaran Keluarga Kudus itu secara tepat dan benar. Namun tidak jarang dari satu pihak orang cenderung menghilangkan segi pergulatan Maria dan Yusuf dengan membungkusnya dengan istilah “kehendak Tuhan” sehingga segala sesuatu sudah direncanakan Tuhan dan selanjutnya tidak ada yang perlu ditakutkan. Di lain pihak orang ceanderung mengekstrimkan pergulatan Maria dan Yusuf sehingga terkesan mereka menjadi begitu cemas dan menderita untuk melaksanakan tugas panggilan itu.
Peranan Maria dan Yusuf tidak ditinggalkan. Karena Natal dan Keluarga Kudus tidak bisa dipisahkan, seperti halnya bagi iman kita sulit memahami inkarnasi Tuhan di dunia tanpa melalui perantara menusia,dalam hal ini Maria yang mengandung dan melahirkan Yesus. Ia sebagai ibu Tuhan dan Yusuf suaminya yang menjaganya. Justru dalam Keluarga Kudus itu manusia diberi makna baru oleh Allah. manusia menjadi berharga dan mempunyai harapan baru akan keselamatan.
Kekayaan Rohani Keluarga Kudus Nazareth
Panggilan hidup adalah Kasih Karunia Allah.
Allah telah memilih Maria menjadi ibu Tuihan Yesus (Luk 1:30-31) dan Yusuf dipanggil untuk mengambil Maria sebagai isterinya (Mat 1:20). Mereka berdua kemudian menjadi orang tua Yesus yang dapat membimbing dan mengasuhnya secara dekat. Sikap Maria tidak berbeda dengan Yusuf, mereka mendengarkan dan menerima panggilan Tuhan. Setelah itu mereka menjalankannya seraya memahami kehendak Tuhan di balik misteri panggilan itu. Sebetulnya mereka bebas menolak atau menerima tawaran Allah, bahkan bisa juga mengajukan syarat-syarat namun ini mereka tidak lakukan karena dalam Yusuf dan Maria sudah ditanamkan kepercayaan dan pengharapan yang dalam akan datangnya Sang Penyelamat. Gereja awal mengungkapkan panggilan Maria ini sebagai kabar sukacita (Luk 1:54-56). Bagi orang yang mampu melihat panggilan hiduip itu merupakan kasih karunia Allah, orang tersebut akan merasakan sukacita walaupun harus mengalami pergulatan dan perjuangan yang tidak ringan., hidup dan karya manusia dalam kesatuan dengan hidup dan karya Allah.
Kesetiaan, hormat, dan kasih adalah dasar hidup bersama.
Pengertian hidup bersama yang kita jalani dalam komunitas besar agak berbeda dengan komunitas Keluarga Kudus Nazareth. Namun sikap dasar yang harus ditumbuhkan tidak jauh berbeda yakni sikap hormat dan kasih. Dalam injil Mateus dilukiskan bahwa setelah Yusuf mengetahui bahwa Maria sudah mengandung, ia bermaksud “menceraikannya dengan diam-diam”.(Mat 1:19). Dalam situasi seperti itu Yusuf bisa saja meninggalkan Maaria tidak dengan diam-diam, artinya dengan bicara sana-sini tentang Maria yang tidak setia. Bila demikian memang Maria menjadi sangat malang karena akan mendapat ejekan orang dan bahkan bisa-bisa ia dihukum oleh masyarakat. Yusuf, sebelum malaikat datang, ingin menceraikan dengan diam-diam. Bila Maria ditinggal begitu saja dalam keadaan mengandung tentu masyarakat akan bertanya-tanya mengenai tanggungjawab Yusuf dan mungkin Yusuf-lah yang kena hukuman masyarakat. Semua itu dilakukan oleh Yusuf demi rasa hormat dan kasih. Kasih itu membuat orang berani menjadi korban bahkan diam demi kebaikan orang lain. Di balik perbuatan Yusuf itu juga mempunyai makna untuk menjaga nama baik orang lain. Kesetiaan Maria dan Yusuf untuk menjaga Yesus memungkinkan terjadinya komunikasi batin dan tumbuhnya kepekaan intuisi untuk bisa mengerti dan memahami orang lain. Kasih dan rasa tanggungjawab Yusuf dan Maria ditunjukkan dengan kesetiaannya mencari Yesus hingga Maria harus mengatakan “ Nak, mengapakah Engkau harus berbuat demikian terhadap kami ? Bapamu dan aku dengan cemas mencari Engkau” (Luk 2:48). Rasa cemas dan terkejut karena jawaban Yesus: “Mengapa kamu mencari Aku tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di rumah Bapa-Ku?”, tidak menjadikan Maria dan Yusuf putus asa dan meengurangi kasih dan kesetiaan mereka terhadap Yesus. Maria tetap setia mendampingi PuteraNya hingga akhir hidup Yesus. Dalam peristiwa ini tampak Maria dan Yusuf menyingkirkan agenda pribadi, begitu juga dengan Yesus dengan “pulang bersama-sama mereka ke Nazareth”( Luk2:51). Keluarga Kudus menjadi tempat yang ideal untuk tumbuhnya pribadi-pribadi yang dewasa. Yesus tumbuh menjadi bertambah dewasa dan hikmatNya dalam asuhan Maria dan Yusuf sehingga semakin dikasihi Allah dan manusia (Luk 2:52). Begitu juga Maria dan Yusuf pun bertumbuh dalam keutamaan. Justru bina lanjut terjadi dalam benturan-benturan kehendak yang berbeda namun semuanya diselesaikan dengan satu keinginan untuk mencari kehendak Bapa.
Hidup dalam kebersamaan dengan orang lain itu membuat seseorang memasukkan diri dalam kontrol orang lain yang sering penting agar tidak salah jalan dan sekaligus membuat sikap hidup tidak sewenang-wenang terhadap orang lain. Hidup bersama itu hanya mungkin berjalan baik dan lancer bila masing-masing anggota berani meninggalkan kehendak atau agenda pribadi manakala ada benturan-benturan kepentingan yang berbeda. Itu semua hanya mungkin terjadi karena sikap setia, hormat dan kasih.
Sikap taat adalah bentuk kerjasama dengan yang Ilahi.
Yang dominan kita rasakan dari Keluarga Kudus adalah sikap ketaatan kepada kehendak Ilahi./ seluruh hidup Yesus sejak awal hingga akhir diwarnai dengan sikap hidup menjalankan kehendak Bapa. Kisah “perjalanan” hidup Keluarga Kuidus dari Nazareth ke Betlehem terus ke Mesir dan kembali ke Nazareth dipenuhi dengan misteri penghampaan diri Yusuf dan Maria. Kita membayangkan pergulatan-pergulatan Yusuf dan Maria mengahadapi perjalanan itu yang nampaknya setiap tapak ke depan dijalani dengan sikap iman dan ketaatan kepada kehendak Allah. Karena kesederhanaan dan ketaatannya kepada kehendak yang Ilahi, mereka sudah bisa diyakinkan dengan bisikan Ilahi dalam mimpi. Mereka tidak menuntut tanda yang lebih jelas lagi. Dalam Kitab suci tidak tersirat sedikit pun keraguan Yusuf untuk menjalankan dengan segera kehendak Tuhan. Ketulusan menjalankan kehendak Tuhan tidak dengan sendirinya menjauhkan kesulitan-kesulitan. Kesulitan-kesulitan dan ketidaknyamanan tetap ada, misalnya situasi tempat kelahiran Yesus yang tidak memenuhi syarat : “karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginanpan “ (Luk 2:7). Tantangan mesti dirasakan oleh Yusuf dan Maria ketika mereka harus segera meninggalkan Betlehem malam itu juga ke Mesir karena ancaman dari Herodes (Luk 2:13-15). Kita melihat ketaatan itu semua terjadi karena kepercayaan Yusuf dan Maria akan kehendak Allah yang lebih baik dibandingkan kehendak mereka sendiri, ditambah rasa tanggungjawab masing-masing akan keselamatan Yesus yang dipercayakan kepada mereka. Diperkenalkan kepada kita sejak awal inkarnasi, Tuhan menjadi sama dengan manusia khususnya dalam kelemahan dan kemiskinannya.
Teladan dan Tantangan
Keluarga Kudus bukanlah suatu lembaga dengan program dan sarana yang terencana dan lengkap. Keluarga Kudus adalah kesatuan tiga pribadi yang menjalani hidup berdasarkan gerak hati atas situasi yang ada pada saat itu. Dan masing-masing berusaha mempertemukan keputusan-keputusan mereka yang mengarah kepda kehendak Allah. maka dalam Keluarga Kudus tidak serta merta kita ketemukan cara-cara metode-mertode (bahkan ilmiah) untuk menghadapi situasi jaman dari satu masa ke masa yang lain. Namun dengan spirtitualitas Keluarga Kudus kiranya mampu menerangi perjalanan dan perjuangan kita.
Selain tercukupinya kebutuhan-kebutuhan nyata sehari-hari manusia juga memerlukan hidup rohani yang menjadi dasar kekuatan bathin. Secara srtuktural kita berjuang dan bergulat untuk menjadi dewasa dalam segi adikodrati yang nyata dalam keutamaan-keutamaan iman dan moral. Sumbangan kita yang paling berharga bagi sesama kita adalah mengalami kasih Allah dalam diri kita dan membawa orang lain kepada kasih Allah itu. Keluarga Kudus menghidupi kedekatan dengan Allah dalam ketaatan akan kehendakNya.
Secara ringkas bisa dikatakan, setiap orang bergulat dengan panggilan hidup masing-masing. Sebagai guru, religius, imam, keluarga, tentara , pejabat, karyawan dan seterusnya memliki panggilan hakiki yang tidak bisa ditinggalkan. Masing-masing mempunyai tanggungjawab eksistensial yang berbeda. Orang sering tergoda untuk mengerjakan yang bukan panggilan eksistensialnya dan berlari ke bidang lain yang lebih menghibur namun sebetulnya tidak sangat berguna bahkan membelokkan visi dan misinya dan mungkin akan merugikan dirinya. Kesetiaan pada panggilan pokok itu membuat orang terus tekun dalam jalur yang sedang dijalani seperti masing-masing pribadi Keluarga Kudus Nazareth yang setia sampai akhir hidup mereka masing-masing.
Dari Keluarga Kudus kita diterangi oleh spiritualitasnya. Segi hidup bersama jelas dihidupi dan menjadi daya dan kebahagiaan untuk saling medukung dalam mencari dan melaksanakan kehendak Bapa. Tidak semua profesi secara langsung menuntut hidup bersama, namun profesi itu menjadi subur dalam lingkungan yang mendukung. Kita memerlukan komunitas, memerlukan komunio karena manusia yang karena kekurangannya memerlukan rekan-rekan yang bisa bekerja sama. Kerja sama berfungsi sebagai kontrol arah perjalanan dan sekaligus sebagai sarana saling tolong-menolong.
Mohon dukungan doa untuk saya sudah 5 tahun sakit stroke dan insomnia. Terima kasih. Melchior Suroso
BalasHapus