Sabtu, 06 Agustus 2011

CINTA YANG BERNYALA-NYALA



Hati Kudus Yesus
Acapkali manusia ingin selalu menghindari penderitaan. Mengapa ?  Karena penderitaan dianggap malapetaka yang menimpa seseorang. Penderitaan bukan sebuah nilai dan karena itu tidak pernah dicari  dan dijadikan tujuan utama  hidup manusia. Penderitaan yang terwujud dalam bentuk kemiskinan, keterbelakangan, penyakit, keterasingan,  perang, bencana, selalu dijauhkan oleh manusia dari hidupnya.
Tapi anehnya, tiada kehidupan tanpa penderitaan. Tidak perlu dicari, penderitaan selalu ada dan menyatu dalam manusia dan hidupnya. Itulah kenyataan yang jelas dan pasti. Dari saat kelahiran, orang sudah harus mengalami diri ditarik keluar dari rasa aman, damai, tenang dan terlindung. Saat itu ditandai dengan susah payah, sakit dan mengalirkan darah (Kej 3:16). Setelah bisa menggunakan akal budi, manusia selalu mengalami konflik antara keinginan dan kenyataan.
            Dalam diri sendiri tidak terhindarkan terjadi pertentangan antar-keinginan yang kemunculannya bersifat spontan dan tak beraturan. Dalam kebersamaan dengan orang lain, kebebasan pribadi hampir selalu beradu dengan kebebasan bersama. Berada di tengah alam, setiap saat manusia dikelilingi penyakit, bencana, kecelakaan. Berhadapan dengan Tuhan, manusia diliputi kuasa yang terhadapnya ia sama sekali tidak berdaya. Semakin tegas memilih yang baik, benar, dan indah, manusia itu semakin keras bermusuhan, bertentangan, dan menyatakan perang dengan yang buruk, salah , dan jelek. Pada akhirnya manusia harus melepaskannya segalanya di dunia ini melalui peristiwa kematian.
            Meskipun bukan nilai, penderitaan memiliki sesuatu yang dapat membuat hidup seseorang menjadi lebih seimbang. Penderitaan merupakan alat untuk mencapai suatu nilai.  Kalau sungguh dihayati, penderitaan merupakan berkat tersembunyi yang membuat orang dapat menghidupi hidupnya secara seimbang. Yesus sendiri , yang adalah Putera Allah, harus menderita, bahkan sampai mati di kayu salib. Peristiwa inkarnasi adalah permulaan penderitaan Yesus sebagai manusia.
            Dimulai dari dalam kandungan, lalu lahir di kandang domba yang dingin, harus mengungsi ke Mesir, ditolak oleh bangsaNya sendiri, dihianati para murid, memanggul salibnya ke puncak Golgota,  dan akhirnya mati konyol sebagai seorang penjahat. Ketika di kayu salib pun ia masih menderita, diejek karena tidak bisa menyelamatkan diriNya sendiri, bahkan setelah mati pun lambungnya ditikam dengan tombak yang menembus hatiNya yang mengalirkan air dan darah. Dengan demikian terpenuhi sabda Yesus :”Dari dalam hati akan mengalir aliran-aliran air yang memberi  kehidupan “. ( Yoh 7:39, Bdk Yoh 19:34-37).

Cinta kasih Penebus yang bernyala-nyala
            Hati Yesus tidak hanya tertembus tombak di kayu salib, tetapi terbakar juga oleh cinta yang bernyala-nyala kepada manusia, walaupun manusia bersikap cuek terhadap segala penderitaannya. Hati Yesus adalah lambang dan sekaligus ungkapan cinta kasih Allah kepada manusia. Hati Kudus Yesus adalah hati manusia Yesus Kristus. Sebagai hati insani, “hati Yesus” merupakan lambang pusat kepribadian Yesus, karena hati merupakan pusat perasaan, kebebasan dan kesadaran Tuhan Yesus. Dari dalam hatiNya Yesus menyerahkan diri kepada misteri Allah dan karya keselamatanNya demi kehidupan manusia. Maka Hati  Yesus adalah lambang unggul cinta kasih ilahi.
            Kepada Sr. Margaretha Maria Alacoque (1647-1690) Yesus menyampaikan pesannya : “Ingatlah akan HatiKu yang begitu mencintai manusia hingga habis-habisan , bahkan menjadi lelah dan habis terbakar oleh cinta itu. Sebagai pengganti terima kasih, Aku menerima dari banyak orang hanya sikap acuh tak acuh, ketidak sopanan dan dosa sakrilegi, sikap dingin dan caci maki !”

Kerinduan Hati-Nya Untuk Mendapatkan  Balasan Cinta Kasih
Penderitaan Yesus tidak hanya berhenti di kayu salib.  Hati Yesus terluka bukan hanya oleh tusukan tombak  yang menembus jantungnya ketika tergantung di kayu salib. Hati Yesus semakin terluka oleh perbutan manusia yang tidak peduli pada sesama, mereka yang menderita,  lemah, miskin, dan terpinggirkan.  Hati-Nya semakin terluka ketika kita tidak pernah bersyukur atas segala rahmat yang kita terima dari pada-Nya. Dan sesungguhnya inti hidup beriman adalah bersyukur, bukan memohon atau meminta karena merasa khawatir. Betapa pandainya kita meminta dan memohon. Namun betapa sulitnya atau betapa kurangnya kita bersyukur. Padahal hanya dengan bersyukur, kita bisa mengalami betapa Allah sungguh tidak pernah menelantarkan kita. Syukur telah mencelikkan mata kita bahwa Allah telah menganugerahkan banyak hal yang kita butuhkan. Dan bila semuanya kita syukuri, akan datang lagi hal-hal lebih besar yang tidak kita bayangkan sebelumnya. Syukur, akan membantu kita untuk melihat hidup dan diri kita dengan lebih positif. Dengan syukur , segala jalan akan terbuka, dan hidup ini terasa penuh kelimpahan, lebih daripada yang kita duga.
Duri yang memahkotai hati Yesus semakin bertambah ketika manusia-manusia modern tidak membalas cinta-Nya. Ketika para umat Allah tidak peduli  lagi dengan  Perayaan Ekaristi, sebagai perayaan Cinta kasih Allah. Ketika kita sibuk bermain dengan handpohone pada saat perayaan Ekaristi. Ketika kita tidak pernah mengunjunginya dalam adorasi , tetapi justru  kita mengganti tabernakel dengan televisi.

Penderitaan, karena tidak dibalas CintaNya, tetapi malah diinjak-injak
            Yesus, dan juga banyak orang  mengalami penderitaan karena  tidak mendapatkan cinta yang seharusnya mereka dapatkan.  Hilangnya semangat berkorban  berbela dan berbagi rasa.  Kehidupan manusia penuh budaya konsumtif, hedonis dan lain-lain.  Hedonisme adalah suatu paham yang menjadikan kenikmatan hidup diatas segala-galanya dan tidak memandang pengorbanan sebagai yang perlu. Semboyan yang diangkat Muda foya-foya, Tua kaya raya, mati maunya masuk surga. Orang-orang hedonis melihat penderitaan melulu sebagai hal yang jelek, jahat, sehingga harus dimusnahkan dari muka bumi ini. Semangat berkorban , seperti peduli pada orang miskin, kecil ,dan terpinggirkan adalah bertentangan dengan kenikmatan hidup. Rasa keadilan, rasa cinta kasih akan mati.
            Penderitaan Yesus semakin bertambah jika  budaya dan semangat ini tumbuh subur, lebih-lebih di kalangan para pengikut Yesus.

Menimba kekuatan lewat devosi Hati Kudus Yesus
            Dimanakah kita menimba kekuatan cinta dan kehidupan, di saat dunia penuh budaya konsumtif, hedonis dan lain-lain ? Manusia terbelenggu peradaban  untuk mengenal Allah dan sesame. Manusia melupakan kehadiran Allah dan sesamanya, dan bahaya yang mengancam manusia justru semakin nyata ; manusia dipisahkan dari cinta.
            Kekuatan cinta  dan kehidupan Hati Kudus Yesus menjadi salah satu jawaban. Hati Kudus Yesus  mendorong kita untuk membuka hati bagi sesama. Kita bisa melatih diri untuk menyadari kehadiran Kristus dalam diri mereka yang miskin, lemah , tertindas dan siapa saja yang membutuhkan perhatian. Bersama  HatiNya yang Kudus, kita ikut mencari jalan dan membangun kehidupan masyarakat yang lebih manusiawi, yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan cinta kasih.
            Dengan devosi kepada Hati KudusNya kita diajak tinggal bersama Yesus, sehingga kasih Yesus menjadi kualitas hidup kita, dan kita bisa bekerja seperti dan bersama dengan Yesus.  Semangat Yesus menjadi semangat kita , dan hidup Yesus menjadi Hidup kita.
Ya Yesus, jadikanlah hatiku seperti Hati-Mu. Semoga.
oleh :
Deddy Dismas
  


           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar