Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak Mengenal Allah : Demikian ungkapan klasik dari St. Hironimus.
Allah berbicara kepada kita dalam kata-kata manusia. “Sabda Allah, yang diungkapkan dengan bahasa manusia telah menyerupai pembicaraan manusiawi, seperti dulu sabda Bapa yang kekal, dengan mengenakan daging kelemahan manusiawi, telah menjadi serupa dengan manusia” (DV,13)
Itulah sebabnya Gereja selalu menghormati Kitab Suci seperti ia menghormati tubuh Tuhan. Konsili Vatikan II merumuskan pentingnya Kitab Suci dalam kehidupan umat Allah. “ Kitab-kitab Ilahi seperti juga Tubuh Tuhan sendiri selalu dihormati oleh Gereja , yang terutama dalam liturgi suci tiada henti-hentinya menyambut roti kehidupan dari meja sabda Allah maupun Tubuh Kristus, dan menyajikannya kepada umat beriman.
Kitab-kitab ini bersama dengan Tradisi Suci selalu dipandang dan tetap dipandang sebagai norma imanya yang tertinggi ... Sebab dalam kitab-kitab suci Bapa yang ada di surga penuh cinta kasih menjumpai para putera-Nya, dan berwawancara dengan mereka.”(DV 21).
Berdasarkan dokumen Sabda Allah yang dirumuskan oleh KV II di atas bisa dipetik.
Pertama, kitab-kitab Ilahi dihormati sama dengan Tubuh Tuhan oleh Gereja. Konsili menyejajarkan komuni suci dengan Sabda Allah. Artinya, keduanya dalam kehidupan iman mempunyai bobot sejajar.
Kedua, umat beriman bisa menyambut baik Tubuh Tuhan maupun Sabda Allah dalam liturgi Gereja. Ibadat sabda maupun perayaan Ekaristi menjadi tanda pertemuan orang beriman dengan Allah. Keduanya untuk membangun persatuan dan wawancara dengan Allah.
Ketiga, kitab-kitab suci bersama dengan tradisi Gereja menjadi pedoman iman yang tertinggi. Ungkapan dan perwujudan iman dalam hidup ditata oleh pedoman itu.
Keempat, Alasannya ialah, bahwa di dalam kitab-kitab suci itu Allah mau menjumpai dan berwawancara dengan umat-Nya. Kitab suci lalu merupakan sarana pergaulan dengan Allah dalam cinta-Nya. Membaca kitab suci berarti melatih pergaulan kita dengan Allah.
Membaca Kitab Suci bukanlah sekadar wajib, melainkan menjadi sarana ampuh membina pergaulan kita yang mesra dengan Allah, meningkatkan hubungan yang penuh Cinta dengan Allah yang selalu menyapa, yang ingin menyampaikan rencana kehendakNya untuk kita semua.
DIANJURKAN MEMBACA KITAB SUCI (DV 25)
Ada beberapa anjuran untuk menggali kekayaan Kitab Suci.
Pertama, membaca dengan asyik. Nikmati Kitab Suci dengan keasyikan seperti kalau orang sedang asyik membaca novel. Hanya saja yang dibaca adalah pengalaman rohani, hubungan manusia dengan Allah. Semoga keasyikan itu bisa mengarah pada pengembangan keyakinan iman.
Kedua, mempelajari dengan sesama agar kekayaan Sabda itu terolah. Mempelajari berarti berusaha memahami segala macam seluk beluk yang diperlukan, misalnya arti sebuah rumusan, bentuk kisah. Namun, hendaklah diingat bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab Suci, supaya terwujudlah dialog antara Allah dan manusia. Sebab “Kita berbicara denganNya bila berdoa; Kita mendengarkanNya bila membaca amanat-amanat Ilahi”.
Ketiga, menghayatinya dalam batin. Hayatilah pengalaman pergaulan manusia dengan Allah. Sehingga memperoleh “pengertian yang mulai akan Yesus Kristus” (Flp 3:8)
BAGAIMANA KITAB SUCI HARUS DITAFSIRKAN
Konsili merumuskan demikian:”Adapun karena Allah dalam Kitab Suci bersabda melalui manusia secara manusia, maka untuk menangkap apa yang oleh Allah mau disampaikan kepada kita penafsir Kitab Suci harus menyelidiki dengan cermat, apa yang sebenarnya mau ditampakkan oleh Allah dengan kata-kata mereka.
Untuk menemukan makdus para pengarang suci antara lain perlu diperhatikan juga “jenis-jenis sastra”. Sebab dengan cara yang berbeda-beda kebenaran diungkapkan dalam nas-nas yang dengan aneka cara bersifat historis, atau profetis, atau poetis, atau dengan jenis sastra lain.
Akan tetapi Kitab Suci ditulis dalam Roh Kudus dan harus dibaca dan ditafsirkan dalam Roh itu juga. Maka untuk menggali dengan tepat arti nas-nas suci, perhatian yang sama besarnya harus diberikan kepada isi dan kesatuan seluruh Alkitab, dengan mengindahkan tradisi hidup seluruh Gereja serta analogi iman ... “ (DV 12)
Kutipan panjang di atas menegaskan beberapa hal penting untuk membaca, memahami, dan menggali kekayaan Kitab Suci. Diantaranya adalah meyakini bahwa Sabda Allah disampaikan dalam bahasa manusia dengan memperhatikan pengalaman iman berkat dorongan Roh Kudus.
Kita membaca Kitab Suci mesti disertai doa, agar Roh Allah menyuburkan hati dan budi kita, sehingga kita didorong mengenali bagaimana Allah menuntun kita.
Artinya, hendaknya kita membaca Kitab Suci sambil merenungkannya. Karena itu perlu beberapa cara atau trik.
MENGECAP SABDA DENGAN 3N
Neges, berarti mendengarkan, memperhatikan, dan kemudian mengartikan.
Beberapa hal perlu direnungkan : Sabda Allah itu berbicara tentang apa? Siapa subyeknya? Apa yang sedang terjadi? Dst........
Necep, berarti merenungkan, meresapkan dan mengecap atau menghayati.
Apakah saya sendiri pernah mengalami hal serupa? Kapan? Dimana? Dst.........
Ngemban, berarti melaksanakan, menghormati sebagai tugas pewartaan atau doa. Sabda Allah menuntun saya untuk perbuat apa? Bagaimana saya melaksanakan tugas tersebut?
Apa saya bangga dengan tugas tersebut? Dst ................
“Witing tresno jalaran soko kulino” ( Cinta karena terbiasa). Demikian halnya dengan membaca Kitab Suci. Hanya kalau kita berani “ngulinakake” ( membiasakan) maka kita bisa “tresno” ( mencintai).
AKHIR KATA
Maka semoga dengan demikian melalui membaca dan studi kitab Suci “ Sabda Allah berjalan terus dan dimuliakan” (2 Tes 3:1), dan perbendaharaan wahyu yang dipercayakan kepada Gereja semakin memenuhi hati orang-orang.
Seperti hidup Gereja berkembang karena umat sering dan dengan rajin menghadiri misteri Ekaristi, begitu pula boleh diharapkan dorongan baru dalam hidup rohani karena Sabda Allah yang “ tinggal selama-lamanya” ( Yes 40:8; lih 1 Petrus 1 : 23-25) semakin dihormati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar