Jumat, 11 November 2011

Pembedaan Roh


Istilah pembedaan roh atau penegasan roh biasa digunakan untuk menerjemahkan kata discernment of spirit, yang berasal dari bahasa Latin discretio spirituum. Discretio berasal dari bahasa Latin discenere yang berarti menyendirikan, membagikan, menceraikan, memisahkan (satu dari yang lain). Discretio merupakan karunia yang memampukan seseorang untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah, yang asli dan yang palsu. Maka, pembedaan atau penegasan roh menunjuk karunia untuk membedakan apakah sesuatu berasal dari roh baik atau dari roh jahat. 

Raja Salomo sudah memohon kepada Allah karunia pembedaan roh:”Berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang paham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat” (1 Raj 3:9). Dalam Perjanjian Baru karunia pembedaan roh mendapat dasarnya pada pernyataan Paulus yang menyebut “karunia untuk membedakan macam-macam roh” (1 Kor 12:10). Bagi Paulus , karunuia pembedaan roh itu merupakan salah satu dari berbagai karunia Roh Kudus.  Karunia pembedaan roh ini dilihat sebagai perwujudan makna hidup Kristiani yang “dipimpin oleh Roh” (Gal 5:18 ; Rm 8:14). Orang yang dipimpin Roh tidak akan pernah memadamkan Roh dan menguji segala sesuatu dan berpegang pada yang baik (1 Tes 5:19,21). Tradisi Yohanes juga mengenal dengan baik kebiasaan untuk membedakan Roh ini. “Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah” (1Yoh 4:1).

Sudah sejak semula para rahib mempraktekkan discretio spirituum. St. Antonius , bapa para pertapa dan rahib, berkata:” Ada orang yang suka memforsir diri mereka dengan laku tapa sebagai denda dosa. Akan tetapi karena mereka tidak memiliki karunia untuk membedakan Roh, mereka tetap jauh dari Allah.” Bahkan St. Benediktus menyebut pembedaan roh sebagai mater virtutum atau induk segala keutamaan. Pada abad pertengahan, pembedaan roh ini dipelihara oleh para mistikus. 
  
Pada permulaan jaman modern (abad ke-16) St. Ignasius Loyola memberi warna dan nuansa baru dalam ajaran pembedaan dan penegasan roh. Ajaran Ignasius tentang pembedaan roh terutama diwarnai oleh pengalaman pribadinya yang ia tuangkan dalam buka Latihan Rohani.  Seluruh petunjuk dan pelaksanaan Latihan Rohani menjadi ajaran Ignasius mengenai pembedaan roh. Ignasius memberikan bantuan dan berbagai petunjuk mengenai pembedaan roh ini. (Selanjutnya bisa dibaca dalam Latihan Rohani; Kanisius, 1993).

Pembedaan roh bertanya: apa yang Tuhan kehendaki atas diriku dalam situasi konkret sekarang ini, bilamana situasi dan aneka faktor di dalamnya tidak jelas dan bilamana kita tidak bisa mencapai pertimbangan dan kesimpulan akhir. Ignasius mengajak kita pertama-tama untuk bersikap terbuka secara total (indifferent) di hadapan Allah. Dengan kata lain, Ignasius mengundang kita untuk bersikap lepas bebas terhadap segala sesuatu dan hanya mau memilih sesuatu sejauh itu membantu dan membimbing kita ke arah kita diciptakan, yakni memuji, menghormati dan mengabdi Tuhan Allah kita (Asas dan Dasar Latihan Rohani, 23). Dalam pembedaan dan penegasan roh, orang perlu mengamati gerak roh kita pada awal, proses, dan akhir. 
Kalau semua gerakan itu, dari awal, proses, dan akhir memberi kita hiburan rohani sebagai buah-buah Roh Kudus (sukacita,damai sejahtera,kesabaran,kelemahlembutan,penguasaan diri,dst), maka gerak itu berasal dari Roh Allah, roh baik. Sebaliknya kalau gerakan itu membawa kepada kecemaran, iri hati, amarah, kepentingan diri sendiri, maka gerakan itu berasal  dari roh jahat. Sebagai patokan dasar dari pembedaan dan penegasan roh ialah dengan melihat arah gerakan roh kita. Gerakan yang berasal dari roh baik selalu memiliki arah gerakan keluar dari diri sendiri untuk mencintai dan menuju pada Allah : God- centered. Sedangkan gerakan yang berasal dari roh jahat selalu mempunyai arah sebaliknya, yakni masuk kedalam diri sendiri: self-centered. Kedua arah itu sesuai dengan hakekat cinta kasih dan dosa. Kasih selalu bersifat God- centered, keluar dari kepentingan diri kepada cinta akan Allah dan sesama. Sedangkan dosa selalu bersifat self-centered, karena dosa berupaya bagi pemenuhan kepuasan dan kepentingan diri sendiri.

Menguji roh, apakah roh itu berasal dari Allah atau bukan, merupakan suatu tuntutan dasar hidup Kristiani, mengingat gerak hati dan hidup kita selalu diliputi ambiguitas atau kemenduaan. Kerajaan Allah yang hadir dalam sejarah hidup kita ini seumpama “orang yang menaburkan benih yang baik di ladangnya.Tetapi pada waktu semua orang tidur, datanglah musuhnya menaburkan benih ilalang di antara gandum itu, lalu pergi.Ketika gandum itu tumbuh dan mulai berbulir,nampak jugalah ilalang itu”(Mat 13:24-26). Pembedaan roh itu diperlukan untuk mengetahui manakah benih gandum yang baik dan manakah ilalang dari si jahat. Pembedaan roh ialah usaha untuk menceraikan benih yang baik itu dari benih yang jahat. Sebab dalam kenyataan, diri dan hidup kita tidak hanya menjadi medan karya Roh Allah, tetapi juga medan serangan roh jahat atau kuasa dosa.

Dewasa ini pembedaan atau penegasan roh merupakan sesuatu yang amat mendesak. Seluruh tradisi spiritualitas tidak pernah menyangsikan pentingnya discretio spirituum. Konsili Vatikan II sendiri mempraktekan pembedaan roh dengan istilah lain membaca tanda-tanda zaman. “Gereja selalu wajib menyelidiki tanda-tanda zaman dan menafsirkannya dalam cahaya Injil” (GS 4). Gereja mengajak kita untuk selalu peka atas bimbingan Roh Kudus dan tanggap atas rencana dan kehendak Allah bagi kita dan dunia ini : “Umat Allah, terdorong oleh iman, bahwa mereka dibimbing oleh Roh Tuhan yang memenuhi seluruh bumi, berusaha mengenali dalam peristiwa-peristiwa, tuntutan-tuntutan serta aspirasi-aspirasi yang mereka rasakan bersama dengan sesama lainnya pada zaman sekarang ini, mana sajalah dalam itu semua isyarat-isyarat sejati kehadiran atau rencana Allah” (GS 11).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar