Bulan Mei (dan juga bulan Oktober) merupakan bulan yang ditunggu-tunggu oleh umat Katolik untuk mengadakan devosi kepada Bunda Maria. Banyak aktivitas rohani dan devosional yang dilakukan baik secara pribadi maupun dalam kelompok dalam kehidupan gerejawi selama bulan ini.Sedut saja doa Rosario dan ziarah ke gua Maria. Bunda Maria sebagai tokoh rohani dan juga sebagai seorang ibu telah mendapat hati bagi orang beriman Katolik, mulai dari anak-anak sampai orang tua, mulai kalangan sederhana hingga kalangan borjuis. Maria sudah menjadi nafas kehidupan umat beriman. Hampir disetiap rumah orang katolik terpajang gambar dan patung Bunda Maria. Banyak orang dan juga calon Baptis memakai nama Maria. Tentu saja itu beralasan, mereka berharap menjadi serupa dengan Bunda Maria. Singkatnya, Maria sungguh menjadi model hidup beriman, bahkan menjadi sumber inspirasi dalam hidup beriman.
Bunda Maria adalah seorang wanita yang taat, tabah, sederhana, setia, mau mendengar. Seorang yang penyabar, tulus hati, penuh sukacita, pendamping dalam cobaan, murah hati, rendah hati, pendoa. Maria juga adalah seorang yang solider dan peduli pada sesama. Dan masih banyak deretan keteladanan Maria yang bisa kita temukan dalam hidup sehari-hari. Bahkan bisa menjadi sebuah litani. Dan salah satu yang patut kita renungkan adalah Ketabahan Maria.
Ketabahan ! Apa itu ?
Ketabahan merupakan satu dari tujuh keutamaan Kristiani. Ketabahan berarti berdiri teguh dalam pengharapan melawan semua bentuk tekanan yang membuat putus asa, bahkan dalam menghadapi kematian. Dalam saat-saat menderita, merasa hampa dan tidak pasti. Ketabahan memberi kekuatan untuk melawan rasa takut. Dalam Injil, Yesus mendorong para pengikut-Nya untuk berani dan tidak takut. (Bdk Mat 10:28-31). Konon kata-kata “Jangan Takut” ada 360 kali dalam Kitab suci. Itu artinya setiap hari kita diundang untuk tidak takut, bahwa Tuhan menyertai kita. Ketabahan memampukan kita untuk berani memikul penderitaan dan mengatasi ketakutan yang sering membelokkan kita dari pengejaran tujuan-tujuan hidup baik sebagai manusia dan sebagai orang Kristen.
Ketabahan bukan sekedar keberanian secara fisik, melainkan juga mencakup keberanian moral dan spiritual yang memampukan kita untuk tahan terhadap penolakan orang lain. Ketabahan juga meliputi kesabaran dan ketekunan yang dibutuhkan untuk tetap setia pada panggilan kita. Ketabahan adalah keutamaan yang memampukan kita untuk setia pada sumpah, janji dan komitment-komitment kita. Ketabahan merupakan keutamaan yang memungkinkan kita untuk menjalani hidup dan iman kita secara murni dan mantap.
Menjadi Tabah . Siapa takut ?
Ada bermacam-macam alasan mengapa orang bisa tabah menghadapi tantangan dan beban hidup yang berat.
Pertama, adanya keyakinan bahwa Tuhan selalu menyertai dan menguatkan hidup mereka. Tuhan itu dekat, berjalan bersama mereka, bahkan ikut memanggul beban salib hidup mereka. Karena penyertaan Tuhan, maka orang menjadi kuat memanggul salib. “Datanglah padaku kamu semua yang letih lesu dan berbeban berat, maka Aku akan memberikan rasa lega kepadamu”. Yesus sendiri mengalami beban berat dan tabah menjalaninya. Maka pantaslah bila kita datang kepada-Nya, menimba kekuatan dari pada-Nya. “Serahkanlah kekhawatiranmu kepada Tuhan, maka ia akan memelihara kamu” (Mzm 55:2)
Kedua, orang menjadi tabah karena pengalaman hidup. Pengalaman bahwa selalu ada orang yang menyertai pergulatan hidup kita, merasa tidak sendirian. Setiap kali ada persoalan berat, selalu saja ada orang yang memberikan jalan keluar, entah itu saudara, teman , atau situasi. Maka, sangatlah penting bagi kita untuk selalu merefleksikan seluruh pengalaman hidup kita. Bagaimana kita bangkit menghadapi beban hidup kita.
Ketiga, adanya keyakinan , bahwa beban hidup itu tidak pernah melebihi kekuatan mereka. Keyakinan itu didapat dari pengalaman yang menunjukkan bahwa setiap kali ada beban berat, akhirnya teratasi juga.
Keempat, orang menjadi tabah karena adanya dukungan dari keluarga. Dukungan doa dari keluarga, membuat seseorang merasa dekat dengan keluarga dan menguatkan seseorang untuk tetap tabah. Dan tentu masih ada deretan alasan yang lain.
BAGAIMANA DENGAN ANDA ? APAKAH ANDA MASUK DALAM KATEGORI INI ? ATAU JUSTRU ANDA SERING TIDAK BISA TABAH ?
Tidak bisa tabah? Kenapa…?
Ada orang yang bisa tabah menghadapi beban dan penderitaan hidup, namun ternyata ada juga yang sering tidak tabah. Ada beberapa alasan mengapa orang sering tidak tabah. Pertama, takut gagal. Pengalaman kegagalan dalam hidup menjadikan seseorang takut untuk menghadapi situasi baru. Takut untuk memulai yang baru. Selalu mundur dan menyatakan menyerah sebelum berperang.
Kedua, orang sering menjadi tidak tabah karena merasa sendirian menghadapi beban hidup. Merasa sendiri bisa terjadi karena tidak adanya dukungan dari orang lain. Bahkan, karena tidak adanya keyakinan bahwa Tuhan menyertai pergulatan hidupnya.
Ketiga, orang sering tidak tabah karena tidak pernah terlatih dan dilatih untuk menghadapi persoalan hidup yang berat. Ini tantangan bagi para orang tua, untuk tidak memanjakan putera-puterinya. Pengalaman dimanja, dan tidak adanya pengalaman menyelesaikan masalah menjadikan seseorang tidak bisa tabah. Orang seperti ini, harus ditantang terus-menerus dan dilatih menghadapi setiap persoalan hidup, juga dilatih untuk menerima kegagalan.
BAGAIMANA DENGAN ANDA ? MENGAPA ANDA MENJADI PRIBADI YANG LOYO ?PERNAHKAH ANDA DATANG DAN MENIMBA KEKUATAN DARI YESUS?
Tabah seperti Maria
Secara sepintas tidak ada yang istimewa dalam kehidupan Maria. Sebagai manusia , ia pernah lahir, hidup dan berkembang. Ia pernah mengalami masa kanak-kanak , berpikir dan bertindak seperti anak-anak. Pasti juga mengalami masa remaja, dan mengalami masa dewasa, dimana harus memberikan putusan atas pilihan hidupnya. Kitab Suci pun tidak memberikan banyak informasi mengenai Maria. Setidaknya Kitab Suci menampilkan Maria dalam tiga tahap hidup Yesus ; pada masa perkandungan Yesus, masa kelahiran Yesus, dan pada masa dewasa Yesus.
Hanya satu yang membedakan dia dari orang pada umumnya. Bukan karena ia mengandung, melahirkan, menyusui dan mengasuh Yesus, melainkan karena ia menjalani hidupnya yang biasa secara luar biasa. Sekali ia berkata Ya terhadap panggilan Allah, ia memperjuangkannya untuk selalu tetap setia. Pilihan menjadi Bunda Allah bukan tanpa resiko. Maria sebagai sebagai seorang visioner tahu apa yang akan terjadi dalam hidupnya. Dia tahu akan mengalami penderitaan bersama Putera-Nya.
Tidak ada kehidupan tanpa penderitaan. Penderitaan selalu ada dan menyatu dalam kehidupan manusia. Ketika lahir, manusia ditarik keluar dari rasa aman, damai, tenang dan terlindung. Ditandai dengan rasa sakit, dan mengalirnya darah. Selanjutnya manusia , setelah dapat menggunakan akal budinya, selalu akan konflik antara keinginan dan kenyataan.
Dalam kehidupan bersama, manusia pasti berbenturan akan kepentingan pribadi dan kepentingan sesama. Berhadapan dengan alam manusia akan mengalami sakit –penyakit, bencana. Dan itu dialami pula oleh Maria. Maria pun juga mengalami penderitaan dalam hidupnya. Namun dia tidak pernah mengeluh, melainkan tabah meskipun hatinya hancur dan remuk saat memangku jenasah Yesus.
Mengapa Maria bisa tabah ? Kesadaran Maria, karena panggilan untuk menjadi Bunda Allah melulu karena karunia Allah, maka hidupnya bukanlah miliknya pribadi, melainkan milik Allah. Karena Maria adalah milik Allah, lalu ya terserah Allah ; Allah mau berbuat apa dengan hidupnya. Itulah yang membuat Maria bisa tabah menjalani panggilan hidupnya.
Spiritualitas Maria adalah spiritualitas fiat: terjadilah padaku menurut perkataan-Mu. Ini adalah spiritualitas relasional. Maria menjadi pribadi karena pemberian dirinya. Tuhan memberikan janji-Nya, dan Maria pasrah pada janji itu dalam seluruh hidupnya, karena itu ia mencoba menangkap apa yang terjadi pada hidupnya sebagai kehendak Allah. Dimulai dengan janji Tuhan waktu pewartaan kabar gembira , Maria teguh memegangnya sepanjang hidupnya sampai pada akhirnya.
Bagaimana dengan kita? Justru kalau kita bisa melihat hidup kita adalah milik Allah, maka tidak ada alasan bagi kita untuk menolak rencana dan kehendak Allah dalam hidup kita. Rencana Allah pasti lebih baik bagi kita ? Tentu saja sejauh kita berani menerima penderitaan sebagai resiko atas pilihan kita dalam kehidupan ini dengan sikap tabah , tanpa mengeluh, seperti Bunda Maria. (Ded’s)
Kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita bagi Dia (Flp 1:29)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar