Senin, 10 Oktober 2011

SYARAT DAN CARA MENYAMBUT KOMUNI

  • Kebiasaan Gereja sejak dahulu kala menunjukkan bahwa setiap orang harus memeriksa batinnya dengan mendalam, dan bahwa setiap orang yang sadar telah melakukan dosa berat tidak boleh menyambut  Tubuh Tuhan kalau tidak terlebih dahulu menerima Sakramen Tobat, keculai jika ada alasan berat dan tidak tersedia kemungkinan untuk mengaku dosa; dalam hal ini ia harus ingat bahwa ia harus membuat doa tobat sempurna, dan dalam doa ini dengan sendirinya tercantum maksud untuk mengaku dosa secepat mungkin. [RS 81]      

  • Pasti amat baik apabila semua yang mengambil bagian dalam perayaan Misa Kudus –dengan disposisi yang perlu- menyambut komuni. Akan tetapi kadang-kadang terjadi bahwa umat beriman mendekati altar seperti suatu rombongan tanpa keyakinan pribadi. Adalah kewajiban para Pastor untuk dengan bijaksana namun dengan tegas juga memperbaiki penyelewengan yang demikian. [RS 83] 

  • Selain itu, bila Misa dirayakan untuk suatu himpunan besar, misalnya di kota-kota besar, harus diperhatikan jangan-jangan –karena tidak tahu- ada orang yang bukan Katolik atau malah bukan Kristen, maju ke depan untuk menyambut komuni suci, tanpa mengindahkan ajaran dan peraturan Gereja. Para Pastor wajib untuk pada saat yang tepat memberitahukan kepada para hadirin tentang kekhasan peraturan yang harus ditaati. [RS 84]           

  • Pelayan-pelayan Katolik diizinkan menerimakan Sakramen-sakramen hanya kepada orang Katolik. Dan orang Katolik hanya diizinkan menerimanya dari pelayan Katolik. [RS 85] 

  • Ketika menyambut komuni, umat hendaknya berlutut atau berdiri, sesuai dengan  apa yang ditetapkan oleh Konferensi Uskup, yang keputusannya diberi recognitio oleh Takhta Apostolik. Tetapi jika komuni disambut sambil berdiri, maka hendaklah umat memberi suatu tanda hormat sebelum menyambut Sakramen, seturut ketetapan yang sama. [RS 90]   

  • Perlu diingat bahwa dalam membagi Komuni, para pelayan rohani tidak boleh menolak pelayanan sakramen kepada orang yang memintanya secara wajar, berdisposisi baik, serta tidak tehalang oleh hukum untuk menerimanya. Oleh karena itu, setiap orang Katolik yang tidak terhalang oleh hukum, harus diperbolehkan menyambut komuni. Maka tidak dapat dibenatrkan jika komuni ditolak kepada siapa pun diantara umat beriman hanya berdasarkan fakta misalnya bahwa orang yang bersangkutan mau menyambut komuni sambil berlutut atau sambil berdiri. [RS 91]

  • Walaupun tiap orang tetap selalu berhak menyambut komuni dengan lidah jika ia menginginkan demikian, namun kalau ada orang yang ingin menyambut komuni di tangan, di wilayah-wilayah di mana Konferensi Uskup setempat, dengan recognitio oleh Takhta Apostolik yang telah mengizinkannnya, maka hosti harus diberikan kepadanya. Akan tetapi harus diperhatikan baik-baik agar hosti dimakan oleh si penerima pada saat masih berada di hadapan petugas komuni; sebab orang tidak boleh menjauhkan diri sambil membawa Roti Ekaristi di tangan. Jika ada bahaya profanisasi, maka hendaknya komuni suci tidak diberikan di tangan. [RS 92]

  • Umat tidak diizinkan mengambil sendiri –apalagi meneruskan kepada orang lain- Hosti kudus atau Piala kudus. Dalam konteks ini harus ditinggalkan juga penyimpangan di mana kedua mempelai saling menerimakan  komuni dalam Misa Perkawinan. [RS 94]     

  • Anggota umat awam yang sudah menerima Ekaristi Mahakudus, boleh menerimanya lagi pada hari yang sama, namun hanya dalam perayaan ekaristi yang dihadirinya sambil memperhatikan ketetapan kanon 921§  2. [RS 95]           

  • Haruslah ditiadakan kebiasaan sebelum Misa Kudus atau sementara Misa berlangsung, membagi-bagi hosti yang belum dikonseklir atau bahan lain yang bisa atau tidak bisa dimakan, menurut tata cara komuni, karena ini berlawanan dengan ketetapan-ketetapan dalam buku-buku litrurgi. Kebiasaan yang demikian sama sekali tidak sesuai dengan  tradisi Ritus Romawi, dan membawa serta bahaya yakni membingungkan uimat beriman tentang ajaran Gereja mengenai Ekaristi. [RS 96]     


Tidak ada komentar:

Posting Komentar