- Suami – istri
Suami – istri adalah dua pribadi manusia dengan
jenis kelamin berbeda, seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bersepakat
dan berjanji untuk hidup bersama di dalam mengisi hidupnya. Inilah yang kita
sebut dengan perkawinan.
Perbedaan jenis kelamin dan keunikan masing-masing
pribadi di dalam pekawinan itu berdampak luas. Mereka tidak saja berbeda secara
fisik, yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, tetapi mereka juga berbeda
secara kejiwaan. Perbedaan ini pula yang membuat cara berpikir, cara melihat
dan cara memandang dari laki-laki dan perempuan tidak sama. Perbedaan –
perbedaan inilah yang memicu konflik.
Di samping jenis kelamin, ada banyak faktor lain
yang mempengaruhi cara pandang dan sikap kita berbeda, seperti: perpindahan
tempat tinggal, pengalaman, perasaan. Tempat tinggal di gunung, di pesisir
pantai, di kota atau desa; perasaan senang, sedih, bahagia dan susah, sangat
mempengaruhi cara pandang, cara berpikir dan bertindak seseorang. Maka sulit
sekali untuk menghindari apa yang namanya konflik.
- Konflik
Konflik
suami – isteri bermacam-macam ragam dan bentuknya.Secara sederhana dapat
dibagikan dalam ....: 1. Berkaitan dengan anak 2. Berkaitan dengan mertua 3.
Beekaitan dengan saudara 4. Kesetiaan 5. Pendidikan 6. Budaya 7. Keyakinan,
dll.
2.1.
Berkaitan dengan anak
2.1.1.Sebelum
ada anak
Sebelum
suami – istri dianugerahi anak biasanya ditemukan konflik-konflik berikut ini:
2.1.1.1..Penyesuaian diri: Inilah saat-saat
pasangan saling menyesuaikan diri dengan pasangan yang barangkali memiliki
karakter: marah, mudah tersinggung,
pendiam, cerewet, suka menuntut..Pasangan Anda ternyata seorang yang cepat
sekali marah yang mungkin pada masa perkenalan sebelum pernikahan hal tersebut
tidak begitu tampak. Anda harus berjuang untuk memahami dan menerima dia. Hal
yang sama berlaku dengan pasangan yang mudah sekali tersinggung, Anda berusaha
untuk tidak membuat hatinya luka. Kata-kata harus dipoles, emosi harus ditekan
agar tidak membuat pasangan Anda cepat tersinggung.Mungkin Anda mendapat
seorang pasangan hidup yang pendiam atau cerewet sekali. Dia pendiam atau
cerewet sekarang toh dia adalah pasangan hidupmu. Anda diharapkan untuk bisa
mengerti, menerima dia.Anda mungkin juga mendapat pasangan yang suka
menuntut,mau supaya semua beres dan suka minta ini dan itu, keinginannya tidak
berbatas. Perbedaan karakter membuka peluang konflik.
2.1.1.2.Konflik budaya: terus terang/terbuka –
tidak perlu orang lain tahu.
2.1.1.3.Situasi: tidak lagi di rumah sendiri
2.1.1.4.Pola hidup: royal-pelit
2.1.1.5.Kesukaan pasangan: selera makan: nasi
goreng – sambal, pedas, pakain dan warnanya, merokok, dll
2.1.1.6.Penyesuaian diri dengan keluarga pasangan:
kumpul-kumpul
2.1.1.7.Konflik pekerjaan: belum mantap, gaji
kecil
2.1.1.8.Konflik tanggungjawab: mengurus dua
orang bukan diri sendiri saja.
2.1.1.9.Konflik menyangkut keturunan: sudah lama
menikah tetapi belum dikarunia anak. Bisa jatuh dalam menuduh yang lain sebagai
biangnya.
2.1.2.Saat
istri hamil
Suami
istri harap-harap cemas menantikan kelahiran putera mereka. Keduanya dengan
cara sendiri-sendiri mempersiapkan diri menyambut kedatangan anak mereka. Sang
istri mulai memikirkan dan mempersiapkan pakaian bayi sementara suami
pelan-pelan menabung. Ada juga yang mulai memikirkan nama anak mereka nanti.
Disamping
bergembira karena adanya calon bayi bisa juga muncul konflik di sini:
·
Soal jenis kelamin anak: suami/istrimenghendaki
jenis kelamin tertentu
·
Soal nama anak
·
Soal keuangan, bertambahnya kebutuhan rumah tangga
·
Soal suami yang sering keluar rumah, sementara
istri saat hamil merindukan dekatnya sang suami, dll.
2.1.3.Sesudah
mempunyai anak
·
Anak usia 0-3 tahun: konflik di sini menyangkut
kebutuhan anak, keinginan anak, ulah anak. Ada suami istri yang bertengkar
hebat malah sampai tidak saling sapa selama satu – dua minggu tegal anak yang
menangis tengah malam. Salah satu dari antara mereka masa bodoh dan tidak
menghiraukan anak atau tidak mau bangun mengurusi anaknya.
Pada
masa ini muncul pula konflik karena merasa kurang diperhatikan oleh pasangan.
Ada kecemburuan pada anak. Suami/istri tidak lagi memperhatikan kebutuhan
pasangannya tetapi perhatian seluruhnya ditunjukkan kepada sang anak. Contoh:
karena sibuk mengurusi anaknya, atau istri lupa menyiapkan kopi buat suaminya
sebelum barangkat kerja, sang istri lupa menyiapkan handuk/odol/sabun di kamar
mandi buat suaminya. Atau suami karena sayang pada anaknya, tidak membeli
barang yang menjadi kesukaan istrinya di rumah. Dari hal-hal kecil seperti yang
bisa terjadi pertengkaran besar.
·
Anak usia 3 -12 tahun: Konflik berkenaan dengan
pilihan sekolah, siapa yang mengantar dan bagaimana, konflik berkaitan dengan
hobby anak, jam tidur anak, uang jajan, nilai ulangan/ujian anak di sekolah,
dll.
·
Anak usia 13-15 th: Anak menginjak masa pubertas.
Konflik yang muncul di sini menyangkut dunia pergaulan anak, anak yang mulai
membantah orang tua, menyangkut kebutuhan anak yang membengkak, dll.
·
Anak usia 16-18 th: Konflik berkaitan pilihan
sekolah, anak yang sering di luar rumah, masalah pacaran, dll.
·
Anak usia 18 th ke atas: Konflik perkuliahan,
pilihan pasangan hidup, pekerjaan anak, dll.
·
Setelah anak menikah: Konflik menyangkut tempat
tinggal anak, sikap anak dan menantu, kemandirian anak, merasa ditinggalkan
anak.
2.3.Berkaitan
dengan Mertua
2.4.Berkaitan
dengan saudara
2.5.Berkaitan
dengan Kesetiaan: Pil –wil, hubungan seks
2.6.
Pendidikan: tinggi rendah
2.7.Budaya:
Harga diri
2.8.Keyakinan:
- Ucapan –ucapan yang menyakitkan yang sering kali menyulut konflik.
Cristy
Lane, Dr .Laura Ann Stevens, menulis di dalam buku mereka berjudul: How to save
your trobled Marriage, menganjurkan beberapa hal bagaimana mengatasi
masalah-masalah seputar perkawinan. Pada halaman 106-118, mereka menyebutkan sejumlah kata yang
menyulut konflik suami isteri
“Gembrot macam kamu….”, kamu memang tidak pernah
suka sama orangtuaku, saya masih ingat pada waktu ...., betapa kasarnya kamu
terhadap ibuku” … “Dasar ibunya cerewet, tukang ngeluh, kamu juga gitu…”. Aku
tidak butuh mendengarkan omonganmu…”, dasar laki-laki/perempuan, kamu tidak
jantan, kamu kurang feminim, pemalas,
pengangguran, bajingan, kumuh:…. kamu tidak jujur, penipu, pembohong, “dasar
orang Flores/Jawa/Batak/Madura/Cina, dll.
- Konflik suami-istri dalam KS: Iskak - Ribka ( Kej 27:1-40)
Kita temukan di sini tipe orang tua yang mempunyai
kasih berbeda terhadap kedua anaknya. Iskak mencintai Esau dan Ribka mencintai
Yakub. Kita jumpai di sini sejumlah konflik: konflik kepentingan / kebutuhan,
konflik kesenangan / hobby, konflik pilih kasih dari kedua orang tua: Isak
senang kepada Esau karena ia sering membawa daging buruan yang menjadi
kesukaannya sementara Ribka menyayangi Yakub karena sering di rumah. Ayah
mengasihi Esau di samping karena kesenangannya juga karena Esau adalah anak
sulun, sebagaimanan anak sulung (laki-laki ) di dalam budaya kita memiliki
sejumlah privilese. Ribka mengasihi Yakub selain karena ia sering di rumah
membantu ibu tetapi juga karena anak bungsu. Pilih kasih orang tua memecahbelah
anak-anak dan menciptakan konflik di antara mereka. Anak-anak bisa lupa akan
hak dan kewajiban karena pebedaan kasih sayang kedua orangtua.
- Konflik itu sesuatu yang normal
Konflik atau perselisihan di dalam perkawinan itu
tidak bisa dihindari. Di dalam sebuah perkawinan yang kelihatan sangat baik
sekali pun, di situ tetap ada konflik. Tidak bisa tidak. Kembali kita ingat
bahwa perkawinan itu dibangun oleh dua pribadi manusia yang berlainan jenis,
pria dan perempuan. Pasti masing-masingnya mempunyai kelebihan dan
kekurangannya, mempunyai kecenderungan-kecenderungan diri tertentu. Kalau Anda
yakin bahwa tidak akan pernah ada perselisihan di dalam perkawinan Anda, Anda
sedang menempatkan diri Anda sendiri di dalam ketidakpuasan.
Walaupun konflik itu tidak dapat dihindari,
perselisihan itu juga dirindukan. Perkawinan yang sama selaki stabil, sangat
membosankan. “Perkawinan yang kurang perselisihan pendapat terbuka biasanya
berarti satu dari dua hal ini:
a. Pasutri tidak lagi cukup saling peduli satu sama
lain, meskipun ada silang pendapat; secara emosional keduanya telah terpisah.
b. Mereka tidak mengungkapkan perbedaan secara
terbuka, namun bertengkar secara diam-diam” Ibid 122)
Perkawinan bahagia tidak tergantung dari tidak
adanya konflik, perselisihan, perbedaan pendapat, salah paham. Perkawinan
bahagia tergantung pada kemampuan merembug, membicarakan, menyelesaikan
konflik. Studi terbaru menunjukkan bahwa baik perkawinan yang bahagia maupun
perkawinan yang menderita, keduanya memiliki jumlah dan macam problema yang
sama. Ternyata yang menentukan kepuasan perkawinan itu bukan kecocokan satu
sama lain, tetapi bagaimana pasangan tersebut mengatasi ketidaksesuaian
tersebut.
- Aturan main cekcok yang sehat
Cristy Lane lebih lanjut mengemukakan aturan main
cekcok yang sehat:
- Bertengkar hanya boleh dilakukan setelah ada perjanjian lebih dahulu: tentukan bersama tempat dan waktu. Tidak diperbolehkan secara tiba-tiba mengejutkan.
- Setiap orang berkata “tidak” dan “ya” untuk mengimbangi, untuk minta informasi atau waktu lebih lama.
- Singkirkan semua cara yang menyakitkan
- Jangan beri peluang pada amarah. Apalagi anda menjadi marah, berhentilah dan lanjutkan lain waktu.
- Tentukan aturan dasar anda sendiri. Berikut ini yang orang lain buat: tidak bertengkar sewaktu mabuk; tidak bertengkar di depan anak-anak; tidak bertengkar dalam keadaan TV masih hidup; tidak pakai sumpah-sumpahan atau sumpah serapah; tidak bertengkar dalam keadaan letih atau lapar.
- Terus menerus jadilah pendengar untuk yang baik
- Bicarakan hanya satu masalah untuk satu kali
- Harus ada dua pemenang. Jangan pernah ada pemenang tunggal di dalam pertengkaran yang jujur dan akrab.
SEPULUH CARA UNTUK MENGATASI KONFLIK
- Jangan mendiamkan suami atau istri anda
- Jangan menimbun perasaan atau emosi anda
- Jika memungkinkan, siapkan setting (yaitu suasana, tempat, dan waktu) untuk menyatakan ketidaksepakatan anda
- Seranglah masalahnya, jangan orangnya
- Jangan “melemparkan perasaan-perasaan anda” kepada suami atau istri anda
- Jangan lari dari pokok pembicaraan anda
- Sediakanlah jalan pemecahan bagi setiap kritikan yang anda lontarkan
- Janganlah mengatakan, “ anda tidak pernah…”
- Jangan menggunakan kritikan sebagai lelucon
- Apabila anda salah, akuilah; apabila benar, diamlah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar