Senin, 10 Oktober 2011

KONFLIK SUAMI ISTRI



  1. Suami – istri
Suami – istri adalah dua pribadi manusia dengan jenis kelamin berbeda, seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bersepakat dan berjanji untuk hidup bersama di dalam mengisi hidupnya. Inilah yang kita sebut dengan perkawinan.
Perbedaan jenis kelamin dan keunikan masing-masing pribadi di dalam pekawinan itu berdampak luas. Mereka tidak saja berbeda secara fisik, yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, tetapi mereka juga berbeda secara kejiwaan. Perbedaan ini pula yang membuat cara berpikir, cara melihat dan cara memandang dari laki-laki dan perempuan tidak sama. Perbedaan – perbedaan inilah yang memicu konflik.
Di samping jenis kelamin, ada banyak faktor lain yang mempengaruhi cara pandang dan sikap kita berbeda, seperti: perpindahan tempat tinggal, pengalaman, perasaan. Tempat tinggal di gunung, di pesisir pantai, di kota atau desa; perasaan senang, sedih, bahagia dan susah, sangat mempengaruhi cara pandang, cara berpikir dan bertindak seseorang. Maka sulit sekali untuk menghindari apa yang namanya konflik.

  1. Konflik
Konflik suami – isteri bermacam-macam ragam dan bentuknya.Secara sederhana dapat dibagikan dalam ....: 1. Berkaitan dengan anak 2. Berkaitan dengan mertua 3. Beekaitan dengan saudara 4. Kesetiaan 5. Pendidikan 6. Budaya 7. Keyakinan, dll.
2.1. Berkaitan dengan anak
2.1.1.Sebelum ada anak
Sebelum suami – istri dianugerahi anak biasanya ditemukan konflik-konflik berikut ini:
2.1.1.1..Penyesuaian diri: Inilah saat-saat pasangan saling menyesuaikan diri dengan pasangan yang barangkali memiliki karakter: marah, mudah tersinggung, pendiam, cerewet, suka menuntut..Pasangan Anda ternyata seorang yang cepat sekali marah yang mungkin pada masa perkenalan sebelum pernikahan hal tersebut tidak begitu tampak. Anda harus berjuang untuk memahami dan menerima dia. Hal yang sama berlaku dengan pasangan yang mudah sekali tersinggung, Anda berusaha untuk tidak membuat hatinya luka. Kata-kata harus dipoles, emosi harus ditekan agar tidak membuat pasangan Anda cepat tersinggung.Mungkin Anda mendapat seorang pasangan hidup yang pendiam atau cerewet sekali. Dia pendiam atau cerewet sekarang toh dia adalah pasangan hidupmu. Anda diharapkan untuk bisa mengerti, menerima dia.Anda mungkin juga mendapat pasangan yang suka menuntut,mau supaya semua beres dan suka minta ini dan itu, keinginannya tidak berbatas. Perbedaan karakter membuka peluang konflik.
2.1.1.2.Konflik budaya: terus terang/terbuka – tidak perlu orang lain tahu.
2.1.1.3.Situasi: tidak lagi di rumah sendiri
2.1.1.4.Pola hidup: royal-pelit
2.1.1.5.Kesukaan pasangan: selera makan: nasi goreng – sambal, pedas, pakain dan warnanya, merokok, dll
2.1.1.6.Penyesuaian diri dengan keluarga pasangan: kumpul-kumpul
2.1.1.7.Konflik pekerjaan: belum mantap, gaji kecil
2.1.1.8.Konflik tanggungjawab: mengurus dua orang bukan diri sendiri saja.
2.1.1.9.Konflik menyangkut keturunan: sudah lama menikah tetapi belum dikarunia anak. Bisa jatuh dalam menuduh yang lain sebagai biangnya.

2.1.2.Saat istri hamil
Suami istri harap-harap cemas menantikan kelahiran putera mereka. Keduanya dengan cara sendiri-sendiri mempersiapkan diri menyambut kedatangan anak mereka. Sang istri mulai memikirkan dan mempersiapkan pakaian bayi sementara suami pelan-pelan menabung. Ada juga yang mulai memikirkan nama anak mereka nanti.
Disamping bergembira karena adanya calon bayi bisa juga muncul konflik di sini:
·         Soal jenis kelamin anak: suami/istrimenghendaki jenis kelamin tertentu
·         Soal nama anak
·         Soal keuangan, bertambahnya kebutuhan rumah tangga
·         Soal suami yang sering keluar rumah, sementara istri saat hamil merindukan dekatnya sang suami, dll.

2.1.3.Sesudah mempunyai anak
·         Anak usia 0-3 tahun: konflik di sini menyangkut kebutuhan anak, keinginan anak, ulah anak. Ada suami istri yang bertengkar hebat malah sampai tidak saling sapa selama satu – dua minggu tegal anak yang menangis tengah malam. Salah satu dari antara mereka masa bodoh dan tidak menghiraukan anak atau tidak mau bangun mengurusi anaknya.
Pada masa ini muncul pula konflik karena merasa kurang diperhatikan oleh pasangan. Ada kecemburuan pada anak. Suami/istri tidak lagi memperhatikan kebutuhan pasangannya tetapi perhatian seluruhnya ditunjukkan kepada sang anak. Contoh: karena sibuk mengurusi anaknya, atau istri lupa menyiapkan kopi buat suaminya sebelum barangkat kerja, sang istri lupa menyiapkan handuk/odol/sabun di kamar mandi buat suaminya. Atau suami karena sayang pada anaknya, tidak membeli barang yang menjadi kesukaan istrinya di rumah. Dari hal-hal kecil seperti yang bisa terjadi pertengkaran besar.
·         Anak usia 3 -12 tahun: Konflik berkenaan dengan pilihan sekolah, siapa yang mengantar dan bagaimana, konflik berkaitan dengan hobby anak, jam tidur anak, uang jajan, nilai ulangan/ujian anak di sekolah, dll.
·         Anak usia 13-15 th: Anak menginjak masa pubertas. Konflik yang muncul di sini menyangkut dunia pergaulan anak, anak yang mulai membantah orang tua, menyangkut kebutuhan anak yang membengkak, dll.
·         Anak usia 16-18 th: Konflik berkaitan pilihan sekolah, anak yang sering di luar rumah, masalah pacaran, dll.
·         Anak usia 18 th ke atas: Konflik perkuliahan, pilihan pasangan hidup, pekerjaan anak, dll.
·         Setelah anak menikah: Konflik menyangkut tempat tinggal anak, sikap anak dan menantu, kemandirian anak, merasa ditinggalkan anak.

2.3.Berkaitan dengan Mertua
2.4.Berkaitan dengan saudara
2.5.Berkaitan dengan Kesetiaan: Pil –wil, hubungan seks
2.6. Pendidikan: tinggi rendah
2.7.Budaya: Harga diri
2.8.Keyakinan:

  1. Ucapan –ucapan yang menyakitkan yang sering kali menyulut konflik.

 Cristy Lane, Dr .Laura Ann Stevens, menulis di dalam buku mereka berjudul: How to save your trobled Marriage, menganjurkan beberapa hal bagaimana mengatasi masalah-masalah seputar perkawinan. Pada halaman  106-118, mereka menyebutkan sejumlah kata yang menyulut konflik suami isteri

“Gembrot macam kamu….”, kamu memang tidak pernah suka sama orangtuaku, saya masih ingat pada waktu ...., betapa kasarnya kamu terhadap ibuku” … “Dasar ibunya cerewet, tukang ngeluh, kamu juga gitu…”. Aku tidak butuh mendengarkan omonganmu…”, dasar laki-laki/perempuan, kamu tidak jantan, kamu kurang feminim,  pemalas, pengangguran, bajingan, kumuh:…. kamu tidak jujur, penipu, pembohong, “dasar orang Flores/Jawa/Batak/Madura/Cina, dll.

  1. Konflik suami-istri dalam KS: Iskak - Ribka ( Kej 27:1-40)
Kita temukan di sini tipe orang tua yang mempunyai kasih berbeda terhadap kedua anaknya. Iskak mencintai Esau dan Ribka mencintai Yakub. Kita jumpai di sini sejumlah konflik: konflik kepentingan / kebutuhan, konflik kesenangan / hobby, konflik pilih kasih dari kedua orang tua: Isak senang kepada Esau karena ia sering membawa daging buruan yang menjadi kesukaannya sementara Ribka menyayangi Yakub karena sering di rumah. Ayah mengasihi Esau di samping karena kesenangannya juga karena Esau adalah anak sulun, sebagaimanan anak sulung (laki-laki ) di dalam budaya kita memiliki sejumlah privilese. Ribka mengasihi Yakub selain karena ia sering di rumah membantu ibu tetapi juga karena anak bungsu. Pilih kasih orang tua memecahbelah anak-anak dan menciptakan konflik di antara mereka. Anak-anak bisa lupa akan hak dan kewajiban karena pebedaan kasih sayang kedua orangtua.

  1. Konflik itu sesuatu yang normal
Konflik atau perselisihan di dalam perkawinan itu tidak bisa dihindari. Di dalam sebuah perkawinan yang kelihatan sangat baik sekali pun, di situ tetap ada konflik. Tidak bisa tidak. Kembali kita ingat bahwa perkawinan itu dibangun oleh dua pribadi manusia yang berlainan jenis, pria dan perempuan. Pasti masing-masingnya mempunyai kelebihan dan kekurangannya, mempunyai kecenderungan-kecenderungan diri tertentu. Kalau Anda yakin bahwa tidak akan pernah ada perselisihan di dalam perkawinan Anda, Anda sedang menempatkan diri Anda sendiri di dalam ketidakpuasan.
Walaupun konflik itu tidak dapat dihindari, perselisihan itu juga dirindukan. Perkawinan yang sama selaki stabil, sangat membosankan. “Perkawinan yang kurang perselisihan pendapat terbuka biasanya berarti satu dari dua hal ini:
a.       Pasutri tidak lagi cukup saling peduli satu sama lain, meskipun ada silang pendapat; secara emosional keduanya telah terpisah.
b.      Mereka tidak mengungkapkan perbedaan secara terbuka, namun bertengkar secara diam-diam” Ibid 122)

Perkawinan bahagia tidak tergantung dari tidak adanya konflik, perselisihan, perbedaan pendapat, salah paham. Perkawinan bahagia tergantung pada kemampuan merembug, membicarakan, menyelesaikan konflik. Studi terbaru menunjukkan bahwa baik perkawinan yang bahagia maupun perkawinan yang menderita, keduanya memiliki jumlah dan macam problema yang sama. Ternyata yang menentukan kepuasan perkawinan itu bukan kecocokan satu sama lain, tetapi bagaimana pasangan tersebut mengatasi ketidaksesuaian tersebut.

  1. Aturan main cekcok yang sehat

Cristy Lane lebih lanjut mengemukakan aturan main cekcok yang sehat:
  1. Bertengkar hanya boleh dilakukan setelah ada perjanjian lebih dahulu: tentukan bersama tempat dan waktu. Tidak diperbolehkan secara tiba-tiba mengejutkan.
  2. Setiap orang berkata “tidak” dan “ya” untuk mengimbangi, untuk minta informasi atau waktu lebih lama.
  3. Singkirkan semua cara yang menyakitkan
  4. Jangan beri peluang pada amarah. Apalagi anda menjadi marah, berhentilah dan lanjutkan lain waktu.
  5. Tentukan aturan dasar anda sendiri. Berikut ini yang orang lain buat: tidak bertengkar sewaktu mabuk; tidak bertengkar di depan anak-anak; tidak bertengkar dalam keadaan TV masih hidup; tidak pakai sumpah-sumpahan atau sumpah serapah; tidak bertengkar dalam keadaan letih atau lapar.
  6. Terus menerus jadilah pendengar untuk yang baik
  7. Bicarakan hanya satu masalah untuk satu kali
  8. Harus ada dua pemenang. Jangan pernah ada pemenang tunggal di dalam pertengkaran yang jujur dan akrab.

SEPULUH CARA UNTUK MENGATASI KONFLIK
  1. Jangan mendiamkan suami atau istri anda
  2. Jangan menimbun perasaan atau emosi anda
  3. Jika memungkinkan, siapkan setting (yaitu suasana, tempat, dan waktu) untuk menyatakan ketidaksepakatan anda
  4. Seranglah masalahnya, jangan orangnya
  5. Jangan “melemparkan perasaan-perasaan anda” kepada suami atau istri anda
  6. Jangan lari dari pokok pembicaraan anda
  7. Sediakanlah jalan pemecahan bagi setiap kritikan yang anda lontarkan
  8. Janganlah mengatakan, “ anda tidak pernah…”
  9. Jangan menggunakan kritikan sebagai lelucon
  10. Apabila anda salah, akuilah; apabila benar, diamlah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar